Hanya 10% UMKM Bertahan Lebih dari 5 Tahun, Apa Rahasia Mereka?
Pada tahun 2018, seorang wanita muda bernama Dewi Ramadhani Putri, saat itu berusia 21 tahun, memulai usaha kecilnya di sebuah gang sempit di Surabaya. Dengan modal terbatas dan tanpa pengalaman bisnis yang kuat, ia mendirikan usaha kuliner bernama "Dapur Dewi", yang awalnya hanya menjual nasi ayam geprek dari dapur kecil di rumah kontrakannya.
Ketika pertama kali memulai usaha, Dewi sering mendapat cemoohan. Keluarganya mempertanyakan pilihannya untuk berjualan makanan alih-alih mencari pekerjaan tetap. Teman-temannya bahkan menganggapnya bodoh karena menolak tawaran kerja kantoran dengan gaji tetap. "Bisnis makanan itu keras, lebih banyak yang bangkrut daripada yang sukses," kata orang-orang di sekitarnya.
Namun, lima tahun berlalu, bisnisnya tidak hanya bertahan, tetapi berkembang pesat. Dapur Dewi kini memiliki lebih dari 20 cabang di berbagai kota dengan omzet miliaran rupiah per tahun.
Namun, kesuksesan seperti ini bukanlah hal yang umum. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa 90% UMKM di Indonesia gagal dalam lima tahun pertama. Ini menimbulkan pertanyaan besar:
- Mengapa hanya 10% yang bertahan?
- Apa rahasia mereka sehingga mampu melewati masa-masa sulit?
- Apakah kesuksesan UMKM hanya soal keberuntungan atau ada strategi yang bisa dipelajari?
Mengapa 90% UMKM Gagal?
Sebelum membahas rahasia kesuksesan, penting untuk memahami apa yang membuat mayoritas UMKM tumbang lebih cepat dari yang dibayangkan.
-
Manajemen Keuangan yang Buruk
Banyak pemilik usaha kecil yang mencampur uang pribadi dan bisnis. Mereka tidak memiliki pencatatan keuangan yang jelas, sehingga sulit mengetahui apakah bisnis mereka untung atau rugi. Bahkan, sebagian besar hanya mengandalkan "rasa-rasa" untuk menentukan harga jual tanpa menghitung biaya produksi dengan benar. -
Kurang Memahami Pasar
Sebagian besar UMKM memulai bisnis tanpa melakukan riset pasar. Mereka menjual produk yang mereka suka, bukan produk yang dibutuhkan atau dicari oleh pelanggan. Ini membuat mereka kesulitan mendapatkan pelanggan tetap dan bertahan dalam persaingan. -
Salah Strategi Ekspansi
Banyak usaha kecil yang terburu-buru membuka cabang baru tanpa perencanaan matang. Mereka mengira semakin banyak cabang berarti semakin banyak keuntungan, padahal tidak semua lokasi memiliki permintaan yang sama. Banyak bisnis justru bangkrut karena ekspansi yang tidak terkontrol. -
Tidak Bisa Beradaptasi dengan Tren
UMKM yang tidak mengikuti perkembangan zaman cenderung tertinggal. Misalnya, saat pandemi, bisnis yang hanya mengandalkan penjualan langsung di toko fisik mengalami penurunan drastis, sementara yang memanfaatkan digital marketing dan layanan pesan antar justru meningkat pesat.
Apa Rahasia 10% UMKM yang Bertahan?
Sebaliknya, bisnis yang bertahan dalam jangka panjang memiliki pola yang hampir sama. Mereka melakukan hal-hal berikut dengan sangat baik:
1. Fokus pada Nilai, Bukan Sekadar Harga
Saat memulai Dapur Dewi, Dewi menghadapi persaingan yang ketat. Ada ratusan warung ayam geprek di Surabaya. Namun, ia menyadari bahwa kebanyakan dari mereka hanya bersaing harga.
Dewi memilih pendekatan berbeda. Ia tidak menurunkan harga, tetapi meningkatkan kualitas dan memberikan pengalaman unik. Ia menggunakan ayam segar yang lebih empuk, sambal yang lebih variatif, dan kemasan yang menarik agar bisa menjangkau pelanggan di media sosial. Hasilnya? Pelanggan rela membayar lebih mahal untuk produk yang lebih berkualitas.
2. Berani Mengambil Risiko, Tapi dengan Perhitungan Matang
Pada tahun kedua, Dewi menghadapi dilema besar. Bisnisnya berkembang pesat, tetapi ia mulai kewalahan karena masih memasak sendiri di dapur kontrakannya. Tawaran untuk membuka warung lebih besar ada, tetapi butuh modal yang tidak sedikit.
Alih-alih mengambil pinjaman besar, Dewi menerapkan strategi "uji pasar terlebih dahulu". Ia mencoba sistem pre-order dan mencari pola permintaan pelanggan sebelum membuka lokasi baru. Dengan cara ini, setiap ekspansi yang dilakukan selalu menghasilkan keuntungan, bukan sekadar ambisi tanpa perhitungan.
3. Memanfaatkan Digital Marketing Secara Maksimal
Salah satu kesalahan terbesar UMKM adalah mengabaikan pemasaran online.
Dewi sejak awal sadar bahwa banyak pelanggan mencari makanan lewat media sosial. Ia mulai dengan membuat akun Instagram dan TikTok, mengunggah video pendek tentang menu dan proses memasak. Dalam tiga bulan, jumlah pelanggan naik 40% hanya dari strategi pemasaran digital.
Tidak berhenti di situ, ia juga menggunakan iklan berbayar secara cerdas. Alih-alih membuang uang untuk promosi di semua platform, ia menganalisis data dan hanya beriklan di waktu-waktu tertentu saat permintaan tinggi.
4. Membangun Tim yang Solid
Di tahun ketiga, bisnis Dewi sudah berkembang pesat. Namun, tantangan terbesar datang: ia tidak bisa mengurus semuanya sendirian.
Banyak pemilik UMKM gagal di tahap ini karena enggan mendelegasikan pekerjaan. Mereka takut karyawan akan merusak bisnis atau tidak bekerja sebaik mereka.
Namun, Dewi memilih untuk membangun sistem bisnis yang bisa berjalan meski tanpa dirinya. Ia merekrut koki berpengalaman, melatih staf dengan SOP yang jelas, dan memastikan semua cabang memiliki standar kualitas yang sama. Ini memungkinkan Dapur Dewi berkembang hingga lebih dari 20 cabang tanpa kehilangan kualitas.
Kesimpulan: Kesuksesan UMKM Bukan Sekadar Keberuntungan
Jika melihat perjalanan Dewi, jelas bahwa kesuksesan UMKM bukan hanya soal keberuntungan atau sekadar bertahan hidup.
90% UMKM gagal karena tidak memiliki strategi bisnis yang kuat, tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, dan gagal beradaptasi dengan perubahan pasar.
Sementara itu, 10% UMKM yang bertahan memiliki pola yang sama:
- Mereka tidak hanya menjual produk, tetapi membangun nilai dan pengalaman.
- Mereka berani mengambil risiko, tetapi dengan perhitungan yang matang.
- Mereka memanfaatkan pemasaran digital secara maksimal.
- Mereka tidak takut membangun tim dan mendelegasikan tugas.
Dapur Dewi hanyalah salah satu contoh dari banyak UMKM yang mampu bertahan lebih dari lima tahun karena menerapkan strategi-strategi ini. Bagi pemilik UMKM lainnya, pertanyaannya sekarang adalah: apakah bisnis Anda sudah siap untuk bertahan lebih dari lima tahun?









.jpg)


